Geng Motor, “Jagoan” Pemantik Keresahan dan Persoalan Sosial

Kriminal, Polhukam182 Dilihat

Sisi News | Medan : Keberadaan Geng motor kini kian marak di Medan, ibukota provinsi Sumatera Utara. Seakan berada diatas angin, geng motor ini selalu unjuk kekuatan di Kota Medan, dan dapat dinafikan, keberadaan geng motor inipun telah menjadi menjelma menjadi persoalan sosial yang semakin mengkhawatirkan. 

Bebas pergerakan serta aksi-aksi kriminal yang dipertontonkan oleh geng motor seakan menjadi cerminan dari krisis moralitas yang lebih dalam.

“Apa sebenarnya yang terjadi dengan lingkungan sosial di kota kita (Medan). Apa yang menyebabkan anak-anak muda ini merasa perlu menunjukkan diri mereka sebagai “jagoan” di jalanan, bahkan dengan cara yang meresahkan masyarakat,” ujar Roy R Simanjuntak, Pemerhati Sosial, kepada sisinews.com, Minggu (22/9/2024), di kawasan Lanud Soewondo Medan.

Menurutnya, ketika polisi berusaha menertibkan dan mengamankan para pelaku, geng motor ini justru terus berkembang dan semakin menjamur. 

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa penindakan hukum tampak tidak efektif dalam menekan perilaku menyimpang. Bukankah seharusnya tindakan tegas dari aparat dapat mengurangi fenomena ini ? 

“Di sini, kita perlu bertanya, adakah penelitian mendalam yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga terkait untuk memahami akar masalah ini ?,” kata Roy.

Kemunculan geng motor sebagai simbol gaya hidup baru bagi sebagian anak muda Medan tentu sangat mengkhawatirkan. Apalagi ketika kelompok-kelompok ini mulai dilihat sebagai sesuatu yang “keren” atau “berani”, efek domino negatifnya bisa merambah ke kalangan muda lainnya yang mudah terpengaruh. 

“Alih-alih menekan, upaya penertiban yang bersifat reaksioner tanpa strategi jangka panjang mungkin malah memberikan efek sebaliknya, membuat para pelaku merasa semakin terpinggirkan dan menjadikan geng motor sebagai tempat mereka merasa memiliki identitas dan eksistensi,” terangnya l.

Ia pun mengatakan, peran pemerintah kota (Medan) serta aparat keamanan sangat krusial dalam menangani permasalahan ini. Aparat penegak hukum memiliki legitimasi dan wewenang untuk mengambil langkah-langkah strategis yang tidak hanya represif, tetapi juga preventif. 

“Korban tindakan kekerasan yang dilakukan geng motor sudah ada, dan ini seharusnya menjadi tanda bahaya bahwa masalah ini tidak boleh diabaikan,” beber Roy.

Roy juga menekankan, Pemerintah harus segera bertindak sebelum fenomena ini semakin meluas dan mengakar, tetapi tindakan itu tidak cukup sebatas tindakan represif saja. 

Pemerintah, bersama dengan tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, dan komunitas, perlu mengembangkan program-program pembinaan yang lebih inklusif, memberikan ruang bagi anak-anak muda ini untuk menyalurkan energi mereka secara positif. 

Pendidikan, keterampilan, dan kegiatan komunitas yang sehat bisa menjadi alternatif bagi mereka untuk mengekspresikan diri tanpa harus merugikan orang lain. 

“Selain itu, ada baiknya kita belajar dari negara-negara maju yang telah berhasil menekan fenomena serupa. Pembinaan mental, sosialisasi, hingga pemberdayaan ekonomi dan kreativitas harus menjadi bagian integral dari solusi ini,” terang Roy.

Namun kata Roy, jika pejabat yang berwenang tidak mampu memahami dan menyelesaikan permasalahan sosial ini, sudah saatnya mereka introspeksi. Jabatan publik adalah amanah yang harus dijalankan dengan rasa tanggung jawab. 

“Bila perlu, mundur dari posisi adalah langkah terhormat jika memang mereka tidak bisa memenuhi harapan masyarakat. Jangan biarkan perilaku destruktif ini semakin menjadi-jadi dan merusak generasi muda kita. 

Roy yang juga aktivis sosial ini pun berharap, sudah saatnya kita mengambil langkah nyata, bukan hanya menunggu, tetapi bertindak demi keamanan dan masa depan kota kita.

Komentar